Selasa, 10 Desember 2013

KEBERLANJUTAN KELOMPOK TANI HUTAN

A. Pendahuluan

            Pada saat ini, peran serta masyarakat di dalam pengelolaan hutan terus di dorong dan di tingkatkan. Hal ini terlihat nyata dari upaya Kementerian Kehutanan untuk meningkatkan kapasitas dan melibatkan kelembagaan masyarakat dalam pengelolaan hutan melalui program rehabilitasi hutan. Kelembagaan yang dimaksud adalah kelembagaan masyarakat yang berbentuk kelompok tani hutan.
            Keberadaan sebuah kelompok tani tidak terlepas dari lingkungan yang mempengaruhi kelompok tersebut. Demikian juga keberadaan kelompok tani hutan tidak dapat dilepaskan dari kelestarian hutan yang dikelolanya melalui program rehabilitasi dan reklamasi hutan. Program rehabilitasi dan reklamasi hutan merupakan upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan daya dukung,  produktivitas,  peran dan fungsi hutan dalam mendukung sistem penyangga kehidupan secara berkelanjutan.
            Sebagai bagian dari pengelolaan hutan secara lestari, program rehabilitasi hutan tidak akan berjalan dengan baik tanpa didukung oleh kelembagaan petani hutan yang dikelola secara berkelanjutan. Oleh karena itu, kelompok tani hutan harus mampu mengelola dirinya sendiri dan menjaga eksistensinya agar dapat mengelola hutan secara lestari. Menggunakan pendekatan dinamika kelompok, tulisan ini berupaya menawarkan konsep keberlanjutan kelompok tani hutan dan indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat keberlanjutan kelompok tani hutan.


B. Dinamika kelompok.

            Di kalangan para ahli, kelompok memiliki pengertian yang bermacam-macam ber-gantung pada siapa dan dari disiplin ilmu apa. Keragaman pengertian kelompok dapat dilihat pada definisi kelompok yang disampaikan oleh para ahli berikut ini.
            Beberapa ahli memandang kelompok sebagai hubungan dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan bersama (Mills dalam Johnson and Johnson, 2000; Shaw, 1981). Kelompok juga diartikan sebagai interdepensi antar individu (Fiedler; Lewin dalam Johnson and Johnson, 2000). Hare, Boner dan Bales (dalam Johnson and Johnson, 2000) memandang kelompok sebagai sebuah interaksi dua orang atau lebih. Pengertian yang lebih komprehensif dikemukakan oleh Paulus (dalam Baron and Byrne, 1997), kelompok merupakan interaksi dua orang atau lebih yang memiliki tujuan bersama, memiliki hubungan yang tetap (stabil), saling-tergantung dan mereka merasa menjadi bagian dari kelompok.
            Sekumpulan orang dapat dikatakan sebagai sebuah kelompok jika para anggota kelompok saling berinteraksi; memiliki kesaling-tergantungan dalam arti apa yang dialami oleh salah satu anggota akan mempengaruhi anggota yang lain. Disamping itu, sekumpulan orang tersebut harus memiliki tujuan yang akan dicapai bersama; interaksi yang dilakukan harus terstruktur dan orang-orang yang menjadi anggota kelompok harus menyadari bahwa mereka merupakan bagian dari kelompok.
            Lebih jauh lagi, sekumpulan orang dapat dianggap sebagai sebuah kelompok jika memenuhi persyaratan tertentu. Menurut Soekanto (1987), persyaratan tersebut meliputi: 1) kesadaran sebagai bagian dari kelompok; 2) hubungan timbal balik diantara anggota; 3) kepemilikan bersama; 4) berstruktur, berkaidah dan berpola-perilaku.
            Sebuah kelompok dapat mempengaruhi pola perilaku anggotanya melalui proses konformitas, persuasi dan ketertarikan. Proses-proses ini dipengaruhi oleh empat aspek kelompok yaitu peran, status, norma dan kohesivitas (Baron and Byrne, 1997). Peran, status, norma dan kohesivitas berpengaruh terhadap komformitas seseorang di dalam sebuah kelompok. Komformitas tersebut selanjutnya akan menciptakan perilaku kolektif kelompok (Baron and Byrne, 1997).
            Proses pembentukan perilaku kolektif kelompok dalam upaya mencapai tujuan kelompok dikenal dengan istilah dinamika kelompok. Tujuan bersama yang ingin dicapai tersebut akan memunculkan suatu tingkat dinamika kelompok. Johnson and Johnson (2000) mendefinisikan dinamika kelompok sebagai kajian ilmiah tentang perilaku dalam kelompok untuk meningkatkan pengetahuan tentang asal-usul kelompok, perkembangan kelompok, interrelasi antara kelompok dengan invidu, antara kelompok dengan kelompok lain dan dengan entitas yang lebih luas.
            Dinamika kelompok ditinjau dari istilah mengandung arti kelompok yang selalu memiliki gairah dan semangat untuk bekerja. Dinamika juga mengandung arti adanya interaksi, saling mempengaruhi dan interdependensi antara anggota kelompok satu sama lain secara timbal balik diantara anggota kelompok dengan kelompok secara keseluruhan. Dinamika kelompok bertujuan untuk: meningkatkan proses interaksi antara anggota kelompok,  meningkatkan produktivitas anggota kelompok, mengembangkan kelompok ke arah yang lebih baik, lebih maju dan meningkatkan kesejahteraan hidup anggotanya.

C. Keberlanjutan kelompok tani hutan

            Program rehabilitasi hutan sebagai bagian dari pengelolaan hutan dilaksanakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama petani hutan dan menjaga kelestarian hutan. Oleh karena itu, program rehabilitasi hutan harus dilaksanakan secara bersama-sama, terprogram dan berkesinambungan.
            Untuk mendukung pelaksanaan program tersebut diperlukan dukungan dan partisipasi masyarakat melalui pembentukan kelembagaan masyarakat yang berbentuk kelompok tani hutan. Kelompok tani hutan diartikan sebagai kumpulan individu petani di dalam suatu organisasi yang tumbuh berdasarkan kebersamaan, kesamaan kepentingan dalam memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan dan keinginan untuk bekerjasama dalam rangka pengembangan usaha bidang kehutanan untuk kesejahteraan anggotanya.
            Terbentuknya kelompok tani hutan tersebut memudahkan dalam menyampaikan program dan tujuan rehabilitasi hutan. Kelompok tani hutan yang telah dibentuk dapat dijadikan sebagai wahana belajar dan kerjasama dalam rangka mencapai tujuan. Proses belajar dan bekerjasama di dalam kelompok tani hutan akan meningkatkan kedinamikaan kelompok dapat menjaga kelangusngan hidup kelompok tani hutan.
            Keberlanjutan kelompok tani hutan diartikan sebagai sebuah dinamika untuk menjaga kelangsungan hidup kelompok tani hutan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan anggota melalui program rehabilitasi hutan. Keberlanjutan kelompok tani hutan akan tetap terjaga selama anggota kelompok memiliki keinginan tetap berada di dalam (menjadi anggota) kelompok tani hutan sebagai wadah untuk mencapai tujuan bersama. Keinginan anggota untuk tetap berada di dalam kelompok dapat dilihat dari tingkat kohesivitas anggota kelompok, komitmen anggota, interdependensi positif  dan program kerja yang disusun secara bersama-sama. Keempat hal tersebut merupakan indikator keberlanjutan kelompok tani hutan.
1. Kohesivitas anggota kelompok
            Kohesivitas anggota kelompok merupakan jumlah dari kekuatan yang menarik anggota kelompok dan menjaga kebersamaan kelompok (Spector, 2006); kemampuan kelompok untuk menjaga anggota tetap di dalam kelompok karena daya tarik kelompok tersebut (Umstot, 1988); keinginan untuk tetap menjadi bagian dari kelompok (Greenberg and Baron , 2003). Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, kohesivitas kelompok dapat dipandang sebagai keinginan anggota kelompok untuk tetap berada di dalam kelompok karena adanya daya tarik kelompok.           
            Daya tarik (valensi) suatu obyek atau kegiatan merupakan fungsi dari kebutuhan seseorang dan sifat yang melekat kepada obyek tersebut (Cartwright and Zander, 1962). Ketertarikan seseorang untuk bergabung dengan sebuah kelompok muncul karena adanya daya tarik yang dimiliki orang-orang yang menjadi anggota, kegiatan dan program yang dimiliki oleh kelompok.
            Kelompok yang memiliki kesamaan latar belakang, sikap dan kepentingan akan memiliki kohesivitas yang lebih tinggi daripada kelompok yang tidak memiliki latar belakang, sikap dan kepentingan yang sama. Kohesivitas kelompok dapat digunakan untuk menjaga kelangsungan hidup kelompok karena adanya keinginan anggota untuk tetap berada dalam kelompok dan menjaga kebersamaan dalam kelompok karena adanya daya tarik kelompok tersebut.
            Kohesivitas angota kelompok akan mendorong anggota untuk melaksanakan kegiatan atau program kerja kelompok tani hutan. Rasa kebersamaan yang ada di dalam kelompok akan memotivasi anggota untuk melaksanakan kesepakatan yang telah disusun dalam rangka melaksanakan kegiatan dan program kerja kelompok.
2. Komitmen anggota
            Komitmen dapat dimaknai sebagai keinginan, kesediaan atau janji untuk melakukan sesuatu. Jika kelompok dipandang sebagai sebuah organisasi, maka komitmen anggota dapat dipandang sebagai sebuah komitmen organisasi. Komitmen organisasi berkaitan dengan tingkat keterlibatan seseorang di dalam organisasi dan tingkat ketertarikan untuk tetap berada di dalamnya (Greenberg and Baron, 2003). Meyer, Allan and Smith mengembangkan tiga tipe komitmen, yaitu komitmen berkesinambungan (continuance commitment), komitmen afektif (affective commitment) dan komitmen normatif (normative commitment) (Spector, 2006 238). Ketiga komitmen tersebut jika digambarkan akan terlihat sebagaimana tersaji pada Gambar 1.
Gambar 1. Komponen komitmen organisasi
            Komitmen berkesinambungan (continuance commitment) adalah kuatnya keinginan seseorang untuk tetap bekerja bagi organisasinya karena sudah merupakan kewajibannya dan jika ditinggalkan akan mengkibatkan kerugian (Greenberg and Baron, 2003). Komitmen ini muncul karena adanya keuntungan yang diperoleh dari kelompok. Banyak orang tidak bersedia untuk keluar dari sebuah kelompok karena tidak ingin mendapatkan kerugian
            Komitmen kedua adalah komitmen afektif (affective commitment), yaitu kesediaan seseorang untuk bekerja bagi organisasi karena setuju dengan tujuan dan nilai-nilai yang mendasari organisasi tersebut (Greenberg and Baron, 2003). Keberadaan komitmen ini akan memberikan dukungan bagi tercapai tujuan kelompok. Komitmen afektif juga akan menum-buhkan loyalitas anggota terhadap kelompok.
            Terakhir adalah komitmen normatif (normative commitment), yaitu kesediaan sese-orang untuk bekerja bagi organisasi karena adanya desakan dari orang lain untuk tetap ber-ada dalam organisasi (Greenberg and Baron, 2003). Komitmen normatif muncul karena adanya keyakinan terhadap nilai-nilai kelompok yang harus dipedomani. Komitmen ini menimbulkan perasaan berkewajiban bagi anggota untuk tetap berada dan bekerja bagi kelompok. Anggota kelompok dengan komitmen normatif yang kuat memiliki perhatian terhadap apa yang akan dikatakan orang lain jika ia meninggalkan kelompok.
            Komitmen orgaisasi dapat memberikan keyakinan kepada anggota kelompok untuk tetap berada di dalam kelompok karena adanya keuntungan yang diperolehnya. Disamping itu, komitmen organisasi akan menumbuhkan dukungan terhadap pencapaian tujuan kelompok yang diwujudkan dengan upaya bekerja keras guna mencapai tujuan kelompok.
            Komitmen anggota akan mendorong anggota kelompok untuk bekerja sesuai dengan status dan peran di dalam kelompok. Kesediaan anggota untuk bekerja bagi kelompok disebabkan adanya keyakinan bahwa nilai-nilai, norma dan aturan kelompok akan membawa anggota pencapaian tujuan kelompok untuk mensejahterakan anggota. Disamping itu, anggota kelompok merasa berkewajiban untuk bekerja dalam rangka mencapai tujuan kelompok.
3. Interdependensi positif.     
            Seseorang akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Usaha yang dilakukan dalam rangka mencapai tujuan tersebut dapat dilakukan melalui kerjasama atau kompetisi dengan orang lain. Usaha mencapai tujuan melalui kerjasama ataupun kompetisi merupakan bahasan dari teori interdepensi sosial. Kurt Lewin (dalam Johnson and Johnson, 2000) menyatakan bahwa:
(1) hakekat dari sebuah kelompok adalah kesaling-tergantungan/interdependensi anggota (yang tercipta karena tujuan bersama) yang meng-hasilkan dinamika kelompok sehingga perubahan keadaan pada setiap anggota atau sub kelompok akan mengubah keadaan anggota atau sub kelompok lainnya, (2) ketegangan intrinsik diantara anggota kelompok memberikan dorongan untuk bergerak menuju pencapaian tujuan bersama yang diinginkan.
            Interdependensi sosial muncul ketika sekelompok orang memiliki tujuan bersama dan setiap hasil perorangan mempengaruhi tindakan orang lain. Terdapat dua jenis inter-dependensi sosial: kooperatif dan kompetitif. Teori interdependensi menyatakan bahwa tindakan seseorang akan memberikan dampak bagi orang dalam tiga kemungkinan, yaitu memberikan keberhasilan bagi orang lain, menghalangi keberhasilan orang lain, tidak berdampak sama sekali terhadap keberhasilan atau kegagalan orang lain.  Premis dasar dari teori interdependensi sosial adalah bahwa interdependensi  yang memberi warna pada suatu keadaan menentukan pola interaksi masing-masing orang, selanjutnya akan mempengaruhi hasil yang diperoleh (lihat Tabel 1).

Tabel 1. Jenis-jenis interdependensi sosial
Proses
Kooperatif
Kompetitif
Individualis
Interdependensi
Positif
Negatif
Tidak Ada
Pola Interaksi
Promotif
Berlawanan
Tidak Ada
Hasil 1
Usaha-usaha untuk mencapai tujuan tinggi
Usaha-usaha untuk mencapai tujuan rendah
Usaha-usaha untuk mencapai tujuan rendah
Hasil 2
Hubungan positif
Hubungan negatif
Tidak ada hubungan
Hasil 3
Kesehatan psikologis
Penderitaan psikologis
Patologi psikologis
Sumber: Johson and Johson (2000: 101)
           
            Interdependensi positif menghasilkan pola hubungan yang promotif. Pola hubungan ini akan mendorong usaha-usaha untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi. Dukungan yang diberikan kepada setiap orang dalam kelompok dapat berupa: saling memberi-menerima bantuan dan asistensi (baik terkait dengan tugas atau pribadi), pertukaran sumberdaya dan informasi, memberi dan menerima umpan balik atas perilaku tugas dan kerja tim, membantu meningkatkan usaha-usaha untuk mencapai tujuan dan saling mempengaruhi pemikiran dan perilaku masing-masing orang (Johnson and Johnson, 2000).
            Pola interaksi promotif mendorong anggota untuk tetap berada dalam kelompok. Anggota kelompok akan merasa lebih mudah dalam mencapai tujuan karena adanya dukung-an dari anggota yang lain. Bentuk-bentuk dukungan antar anggota tersebut akan memberikan rasa aman bagi anggota kelompok tani hutan dan akan merasa rugi/terancam jika keluar dari kelompok.
            Interdependesi positif memberikan rasa aman dalam melaksanakan kegiatan dan program kerja kelompok karena adanya dukungan dari sesama anggota kelompok. Dukungan dari sesama anggota juga menumbuhkan pola kerja sama antar anggota untuk menyelesaikan program kerja kelompok. Adanya interdependensi positif akan menjaga keberlanjutan kelompok tani hutan dalam pengelolaan hutan secara lestari.
4. Program kerja kelompok    
            Program kerja kelompok merupakan serangkaian kegiatan yang direncanakan, disusun dan dilaksanakan oleh sebuah kelompok. Menurut Mardikanto (1993) perencanaan program yang baik mengacu kepada perumusan tujuan dan pemecahan masalah yang menjanjikan kepuasan dengan menjaga keseimbangan dan kejelasan pekerjaan melalui proses yang berkelanjutan dan terkoordinasi dengan baik serta memberikan kesempatan evaluasi proses dan hasil.
            Program kerja kelompok tani hutan yang disusun berdasarkan acuan tersebut akan meningkatkan dinamika kelompok tani melalui pembagian peran dan pekerjaan yang jelas dalam rangka mencapai tujuan kelompok. Kejelasan peran dan pekerjaan membuat kelompok tani hutan menjadi lebih dinamis karena masing-masing anggota akan memberikan kontribusi sesuai peran dan pekerjaan yang dimilikinya. Dinamika kelompok tani hutan akan semakin meningkat dengan adanya upaya-upaya dari anggota kelompok untuk menyempurnakan norma, program kerja dan tujuan kelompok melalui mekanisme evaluasi.
            Program kerja kelompok tani hutan selain memuat rencana kegiatan seharusnya juga memuat rencana usaha produktif kelompok. Keberadaan usaha produktif kelompok akan meningkatkan kedinamikaan kelompok karena adanya peningkatan proses interaksi antara anggota kelompok dalam upaya meningkatkan produktivitas anggota kelompok. Hal ini memberikan daya tarik bagi anggota kelompok untuk tetap berada di dalam kelompok.


D. Penutup

            Tingkat keberlanjutan kelompok tani hutan dapat digunakan sebagai dasar untuk mengukur kemampuan suatu kelompok tani hutan dalam dalam mengelola hutan secara lestari. Semakin tinggi tingkat keberlanjutan kelompok tani hutan semakin tinggi pula kemampuan kelompok tersebut untuk mengelola hutan secara lestari. Tingkat keberlanjutan kelompok tani hutan dapat dilihat dari  tingkat kohesivitas anggota, tingkat komitmen anggota kepada kelompok, tingkat interdependensi positif antar anggota dan program kerja kelompok yang disusun secara bersama-sama.
            Program rehabilitasi hutan sebagai bagian dari pengelolaan hutan secara lestari tidak dapat dilepaskan dari keberlanjutan kelompok tani hutan yang terlibat dalam program tersebut. Keberlanjutan kelompok tani hutan dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan kohesivitas anggota, menumbuhkan komitmen anggota, mendorong pola hubungan promotif antar anggota dan menciptakan mekanisme penyusunan program kerja yang partisipatif.

Daftar Pustaka

Baron & Byrne. 1997. Social Psychology, 8th edition. Massachuset: Allyn & Bacon A Viacom Company.

Cartwright, Dorwin dan Zander,Alvin.1962. Group Cohesiveness: Introduction in Cartwright, D dan Zander, A (Ed). 1962. Group Dynamics Research and Theory, Second Edition. Illionis: Row, Peterson and Company.

Greenberg, J. and Baron, R. A. 2003. Behavior in Organizations, Understanding and Managing the Human Side of Work, Eight Edition. New Jersey: Pearson Education, Inc.

Johnson, D W and Johnson, F P. 2000. Joining Together, Group Theory and Group Skill, Seventh Edition. Boston: Allyn and Bacon.

Mardikanto, T 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Acuan untuk Pelajar, Mahasiswa, Dosen, Penyuluh, Pekerja Sosial, Penentu Kebijakan dan Peminat Ilmu/Kegiatan Penyuluhan Pembangunan. Solo: Sebelas Maret University Press.

Shaw, M. E. 1981. Group Dynamics: The Psychology of Small Group Behavior, Third Edition.New York: McGraw-Hill Book Company.

Spector, P. E. 2006. Industrial and Organizational Psychology, Research and Practice, Fourth Edition.New Jersey: John Willey & Sons, Inc.

Soekanto, S. 1987. Sosiologi Suatu Pengantar, Edisi Baru, Cetakan Ketiga. Jakarta: Rajawali Pers.

Umstot, D D. 1988. Understanding Oganizational Behavior, SecondEdition. St. Paul: West Publishing Company.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar